Banyak cerita anak kampung yang mengalami kesulitan
dalam mewujudkan impian mereka. Hal ini disebabkan oleh anggapan yang menilai
bahwa anak kampung memiliki keterbatasan dari segi finansial, kemampuan dan
juga lingkungan yang kurang mendukung.
Meskipun terdapat banyak ditemukan cerita anak kampung
yang selalu berada dalam kesulitan hidup, bukan berarti mereka tidak dapat
mewujudkan seluruh impian. Diperlukan niat, tekad dan usaha yang kuat untuk
mewujudkan mimpi tersebut.
Berikut adalah cerita anak kampung, yang mungkin akan
memotivasi kamu untuk terus melanjutkan proses mewujudkan impian
Malam
ini rintikan air hujan mulai terdengar samar. Sejak tadi pagi aku tidak sedikit
pun membiarkan tubuhku berpaling dari kasur kesayangan omaku. Oma bilang kasur
ini peninggalan terakhir dari kedua orang tuaku. Entahlah, aku tak ingat
bagaimana wajah kedua orang tuaku. Yang ku tahu oma dan opa adalah kedua orang
tuaku.
Oma
selalu bercerita bahwa kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakaan menuju
rumah oma kala itu. Dan satu-satunya yang selamat hanyalah aku. Oma berkata,
saat itu usiaku belum genap dua tahun. Itulah penyebabnya aku tak ingat
bagaimana wajah kedua orang tuaku. Semenjak kejadian itu, oma dan opa
mengajakku tinggal di desa.
Desa
yang ku tinggali benar-benar jauh dari kota. Butuh sekitar lima jam untuk
akhirnya aku sampai di kota. Boleh ku katakan, aku ingin sekali bisa merasakan
bagaimana hiruk pikuk perkotaan yang konon katanya membawa candu hingga banyak
orang yang memilih untuk melangsungkan kehidupannya disana.
Mendengar
perkataan orang-orang mengenai kehidupan di kota, membuatku mencari tahu dengan
membaca berbagai jenis buku yang ada di perpustakaan sekolahku. Mulai dari
kemajuan teknologi, gaya hidup, makanan, kesehatan dan lain-lain. Boleh ku
katakan aku sudah fasih tentang teori kehidupan di perkotaan.
Darisinilah,
aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku di kota. Inilah yang menjadi alasanku
untuk tidak meninggalkan kasur kesayangan oma yang masih digunakan hingga saat
ini. Ada rasa takut yang tiba-tiba muncul dalam diriku, seperti aku takut
muncul rasa rindu pada oma dan opa, pula rumah yang ku tinggali selama ini.
Tapi bukankah semua hal memang harus dilalui dengan susah payah dulu, agar
dikemudian hari dapat merasakan baiknya? Entahlah, aku hanya mendengar
perkataan itu dari guruku SMA.
Pagi
pun tiba, oma dan opa tengah sibuk mempersiapkan keberangkatanku ke kota. Saat
aku keluar rumah, terlihat beberapa tetangga melihat ku yang bersiap akan pergi
menuntut ilmu pula mengadu nasib di kota orang. Sebagian besar dari mereka
sangat mendukungku untuk pergi ke kota. Bahkan mereka mengatakan bahwa mereka
berharap agar aku dapat memberikan hal-hal baru dari kota yang bisa diterapkan
dan dirasakan dampak positifnya bagi lingkungan sekitar. Namun tak sedikit pula
yang mengatakan bahwa akhirnya hal yang ku lakukan adalah sia-sia, sebab sudah
sepatutnya sebagai perempuan aku mempersiapkan diri untuk menikah, mengurus
anak dan juga suami.
Oma
yang mendengar pendapat itupun memberikan wejangan kepadaku agar tetap pada
niat yang baik, yakni menuntut ilmu dan juga nasib di kota orang. Oma dan opa
percaya bahwa meskipun aku berasal dari desa yang sangat terpencil dan jauh
dari dampak kemajuan teknologi dan hal lainnya, aku tetap berhasil mendapatkan
hal-hal positif yang ada. Aku pun berangkat dan memulai kehidupan baru dengan
lingkungan yang baru.
Kalua
diingat-ingat apa yang mereka bilang ada benarnya juga, aku hanyalah gadis
kampung yang hanya bermodal niat dan usaha untuk mencoba menuntut ilmu di
tempat yang jauh dan tentunya lebih membawa banyak hal yang berbeda dibanding
di pedesaan. Tapi satu hal yang sudah dapat ku buktikan, bahwa dari sekian
banyaknya orang yang mendaftar di universitas negeri ternama di kotaku. Akulah
gadis desa yang berhasil membawa nama baik desaku untuk melanjutkan Pendidikan
di universitas tersebut tanpa mengeluarkan sepeserpun uang.
Terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk berkomentar.
EmoticonEmoticon